MANGGA gedong gincu merupakan mangga unggulan Jawa Barat yang tidak dimiliki provinsi lain di Indonesia. Mangga gedong gincu mempunyai bentuk, warna dan aroma yang menarik dengan berat rata-rata 200 gram perbuah.

Bentuk buahnya bulat dengan panjang 8 sentimeter, lebar 7 centimeter dan tebal 6 sentimeter. Buah yang sudah masak kulitnya berwarna hijau agak jingga sampai kuning.

Daging buah berwarna jingga jernih sampai kuning, mengandung air, mengandung sedikit serat dan rasanya manis dengan bau yang harum.

Forum Discusion Groups (FGD)

Dalam rangka program pengembangan dan penguatan kawasan agribisnis mangga gedong gincu, sekaligus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar melalui Dinas Tanaman Pangan Dan Hortikultura terus berupaya lakukan pembinaan, pendampingan dan mencari terobosan-terobosan teknologi budidaya dan pemasaran mangga gedong gincu.

Salah satu kegiatan tahun 2020 dalam mendukung program itu, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar telah melaksanakan Forum Discusion Groups (FGD) Pengembangan Agribisnis Mangga Gedong Gincu Orientasi Ekspor di Kab. Sumedang, Majalengka, Cirebon dan Indramayu.

Kegiatan itu mengundang berbagai pihak terkait untuk berkolaborasi agar pengembangan agribisnis mangga gedong gincu mendapat dukungan berbagai pihak mulai dari hulu sampai hilir.

Kegiatan FGD Pengembangan Agribisnis Mangga Gedong Gincu orientasi ekspor menghadirkan Dirjen Tanaman Hortikultura, Direktur Perlindungan Tanaman Hortikultura, Asda 2 Provinsi Jabar, DPR RI.

Selain itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Jabar, Kepala Dinas Parawisata Jabar.

Dinas Koperasi dan KUKM Prov Jabar, Unpad, BBOPT, Karantina, Dinas Pertanian Kabupaten, PPL, POPT, camat, kepala desa, ketua kelompok tani dan petani mangga.

Potensi pengembangan agribisnis Gedong Gincu sangat tinggi

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikutra Jabar, Dadan Hidayat mengungkapkan, potensi pengembangan agribisnis mangga gedong gincu di Jabar sangat tinggi melihat dari kecocokan iklim (agroklimat) dan permintaan pasar, baik dalam negeri maupun peluang ekpor luar negeri.

Beberapa negara telah meminta membeli produk mangga gedong gincu, seperti Saudi Arabia, Australia dan Jepang.

Namun masih terkendala persyaratan yang harus terpenuhi, salah satunya harus bebas lalat buah.

Dadan juga menyampaikan pesan Gubernur Jabar, Ridwan Kamil. Ia katakan, pengembangan agribisnis mangga gedong gincu harus melibatkan petani milinial.

Sehingga generasi muda mau tinggal di desa dengan rejeki kota, usaha mendunia, mati masuk surga.

“Mari kita dukung agribisnis mangga gedong gincu dengan meningkatkan produktivitas dan kualitas mangga sehingga dapat meningkatkan pemasaran dalam negeri dan ekspor. Gedong Gincu “The best Menggos In The word,” jelasnya.

Gedong Gincu belum terbebas dari serangan lalat buah

Plt. Kepala BPTPH Jawa Barat, Ajat Sudrajat menuturkan, mangga gedong gincu pada sentra-sentra produksi Jabar masih belum bebas serangan lalat buah.

Serangan masih terjadi sekitar 10 sampai 40 persen, maka untuk memenuhi persyaratan ekspor, BPTPH Provinsi Jabar sejak 2018 telah melaksanakan terobosan pengelolaan skala luas dengan penerapan Sistem Manajemen Pengendalian OPT Lalat buah Skala Kawasan (SIMPOK) pada tanaman mangga gedong gincu pada empat kabupaten seluas 400 hektare yaitu Sumedang 120 hektare, Majalengka 100 hektare, Cirebon 80 hektare dan Indramayu 100 hektare.

Dirjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto mengatakan, mangga gedong gincu mempunyai potensi pasar yang bagus.

Pihaknya sangat mendukung pengembangan kawasan mangga Gedong Gincu Jabar.

Asisten 2 Pemprov Jabar, Edi Iskadar Muda  meminta, Dinas Kredit Usaha Kecil dan Menengah dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa beserta stakeholder terkait turut mendukung pengembangan agribisnis. Khususnya mangga gedong gincu.

Sementara itu Selly, DPR RI menyatakan, bahwa untuk meningkatkan pemasaran mangga gedong gincu perlu membentuk koorporasi mangga gedong gincu baik berupa koperasi, CV atau PT.

Telah diterbitkan di Radar Bandung