“Asuransi Pertanian sangat bermanfaat bagi para petani, sebab para petani menjadi dapat tetap memiliki modal usaha berkelanjutan saat tanamannya mengalami kerugian usaha akibat serangan hama dan penyakit atau bencana alam, dan juga karena lingkungan di sekitar semakin menghadapi risiko pemanasan global,” ujar Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat.

Penggunaan drone siap di kembangkan untuk akurasi penghitungan dalam asuransi pertanian di Jawa Barat. Kesiapan penggunaan drone untuk asuransi pertanian, ditujukan dengan pelatihan sejumlah petugas pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT) yang dilaksanakan di Balai Pelatihan Pertanian (Bapeltan) Dinas Tanaman Pangan dan Hortikulturan Provinsi Jawa Barat, di Bojongsoang, Cihea, Cianjur, yang digelar selama 3 hari pada tanggal 13-15 Desember 2021.

Kegiatan tersebut termasuk kegiatan SATREPS (Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development) yang dilakukan oleh pemerintah Jepang (JST dan JICA) dan pemerintah Indonesia pada tahun 2016.

“Pelatihan penggunaan drone bagi para petugas POPT merupakan salah satu cara mendukung peningkatan kemampuan mereka dalam pengamatan, pemantauan, dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, termasuk dalam mengoptimalkan asuransi pertanian,” ujar Kepala Bapeltan Titin Sumiyati.

Widyaiswara Ahli Madya Pertanian, Gunardi Sigit yang sekaligus key person kegiatan SATREPS di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat, memberikan petunjuk penggunaan drone kepada sejumlah petugas POPT dalam operasional pengamatan untuk kondisi tanaman padi di lapangan. Untuk tahapan awal, pengamatan kondisi tanaman padi adalah mengukur tingkat kerusakan akibat terjadinya penyakit BLB (Bacterial Leaf Blight (BLB)), atau penyakit kresek. Penggunaan drone memperbaiki metoda yang memerlukan waktu lebih lama dalam menentukan akurasi penaksiran kerusakan tanaman. Tingkat kerusakan tanaman menjadi lebih terdata lebih baik dan lebih cepat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan dukungan perlindungan bagi usaha petani, khususnya tanaman padi.

Metode penilaian kerusakan padi saat ini yang berlaku adalah pemeriksaan secara visual oleh penilai kerusakan yang disebut POPT berdasarkan SOP yang dikeluarkan oleh Kementan. Seorang POPT ditugaskan pada satu kecamatan untuk evaluasi sekitar 5.000-10.000 ha (untuk sentrapadi). Jadi, dibutuhkan waktuk dari penilaian hingga pembayaran gantirugi dan beberapa kasus terjadi, sehingga menajdi sulit bagi petani untuk memulai tanaman padi untuk musim tanam berikutnya.

Dalam situasi ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) berkolaborasi dengan IPB dan beberapa universitas di Jepang tertarik mengembangkan metoda baru. Mengenai drone, beberapa drone dengan perangkat lunak yang relevan dan diperlukan telah disediakan oleh pihak jepang hingga saat ini.

Drone terbaru yang diadakan beberapa bulan lalu adalah berbeda dengan tipe sebelumnya, pelatihan pengoperasian drone dana nalisis citra tengah diadakan bagi operator drone lingkup DTPH Provinsi Jawa Barat terdiri dari POPT dari Satpel BPTPH Wilayah 1 dan 4, juga beberapa staff Balai Pelatihan Tanaman Pangan dan Hortikultura (Bapeltan TPH).