Sektor Pertanian khususnya subsektor tanaman pangan sangat terpengaruh oleh terjadinya perubahan iklim, karena umumnya adalah tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman (kelebihan dan kekurangan) air. Secara teknis, kerentanan tanaman pangan sangat berhubungan dengan penggunaan lahan, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan varietas. Oleh sebab itu, kerentanan tanaman pangan terhadap pola curah hujan akan berimbas pada luas areal tanam, luas panen, produktivitas dan kualitas hasil.
Selain kondisi tanah, unsur-unsur iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban udara dan radiasi matahari sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu hasil tanaman. Meningkatnya suhu udara akan meningkatkan laju pernafasan (respirasi) dan penguapan (transpirasi) sehingga meningkatkan konsumsi air, selain meningkatkan perkembangbiakan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) tertentu yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas dan mutu tanaman.
Untuk mengamankan areal pertanaman pangan dari DPI di tingkat lapangan/petani, yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan teknologi adaptif antara lain penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan, genangan/banir, salinitas dan umur genjah serta teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air dan lain-lain. Secara kelembagaan, sejak tahun 2004 penerapan teknologi adaptif diarahkan pada pemberdayaan petani agar lebih memahami dan menggunakan informasi iklim untuk mengelola lahan usahataninya melalui kegiatan Sekolah Lapangan Iklim.
Mulai tahun 2015, strategi pemberdayaan petani dalam menghadapi perubahan iklim telah diimplementasikan dalam bentuk Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PPDPI) yang disesuaikan dengan kondisi iklim setempat (spesifik lokasi). Dan pada Tahun 2020 kegiatan PPDPI dialokasikan sebanyak 4 unit di Jawa Barat dengan lokasi sebagai berikut.